SKK Migas: Harga Minyak Naik, Penerimaan Migas Bisa Tembus Rp 150 T
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fimg.beritasatu.com%2Fcache%2Fberitasatu%2F910x580-2%2F1634124007.jpeg)
Jakarta, Beritasatu.com - Harga minyak pada Selasa (12/10/2021) naik ke level tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan ini adalah kesempatan bagi produsen minyak untuk menggenjot produksi.
"Bagi produsen minyak ini adalah kesempatan untuk seagresif mungkin meningkatkan produksi sehingga meningkatkan revenue dan profit semaksimal mungkin. Dengan demikian penerimaan negara akan menjadi sangat bagus," kata Dwi kepada Beritasatu.com, Rabu (13/10/2021).
Minyak mentah Brent melemah 23 sen menjadi US$ 83,42 per barel pada Selasa setelah pada Senin (11/10/2021) mencapai US$ 84,60, tertinggi sejak Oktober 2018 atau 3 tahun terakhir. Sedangkan minyak berjangka AS naik 12 sen menjadi US$ 80,64 per barel, setelah bergerak berkisar US$ 81,62 dan US$ 79,47.
SKK Migas berharap kenaikan harga minyak belakangan ini bisa menambah penerimaan negara. "Kalau ada target Rp 100 triliun penerimaan negara (tahun ini), kita harapkan bisa di atas Rp 150 triliun," kata Dwi.
Menurut catatan SKK Migas, penerimaan hulu migas hingga Agustus mencapai sekitar Rp 125 triliun, atau 125% dari target.
Dwi mengatakan bahwa kenaikan harga minyak juga akan mendorong investasi masuk ke Indonesia. "Ketika kita menghitung keekonomian dengan harga minyak yang tinggi, maka harga keekonomiannya menjadi bagus. Inilah kesempatan mereka (investor) masuk ke Indonesia untuk investasi."
Adapun penyebab naiknya harga minyak, menurut Dwi, antara lain karena berkurangnya produksi batu bara sehingga balik ke energi minyak atau gas, proyek-proyek yang tertunda dari 2019 dan 2020 sudah kembali berjalan, dan musim dingin di Eropa jauh lebih dingin dari sebelumnya sehingga mendorong permintaan migas.
Selain itu, perkembangan energi baru terbarukan (EBT) yang masih lebih mahal dibanding bahan bakar fosil turut mendorong permintaan migas.
"EBT butuh waktu supaya lebih murah daripada energi fosil. Sejalan dengan peralihan ke energi bersih, gas akan menjadi transisi. Kebutuhan gas akan terus meningkat hingga 2035," kata Dwi.
Dwi juga mengatakan harga Indonesian Crude Price (ICP) idealnya di kisaran US$ 60-US$ 65 per barel di 2022. Dalam asumsi makro RUU APBN 2022 sebesar 63 dolar AS per barel.
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com
0 Komentar