Eks Pengawas BPJS soal Aturan Baru JHT: Mohon Maaf, Kayak Ponzi
Eks pengawas BPJS Ketenagakerjaan Poempida Hidayatulloh mewanti-wanti agar pencairan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) di usia peserta ke-56 tahun tidak seperti skema ponzi. Menurut dia, perlu ada jaminan solvabilitas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada jangka pendek maupun jangka panjang.
"Nanti ini makin dalam persoalan (solvabilitas) JHT ini, makin ngga sampai. Ini mohon maaf ini, ini nanti jadi kayak ponzi. Yang di ujung dan di belakang malah nggak akan dapat apa-apa, dapatnya sisanya doang," ujarnya, dalam acara diskusi Dialog Aktual bertajuk Untung-Rugi Permenaker JHT, Selasa (15/2).
Adapun, skema ponzi adalah modus membayarkan manfaat peserta lama dari peserta baru. Bukan dari keuntungan atau hasil investasi yang diperoleh lembaga dalam menjalankan bisnisnya.
Ia juga khawatir apabila jumlah manfaat yang dibayarkan ke peserta lebih besar daripada kewajiban atau iuran peserta. Kekhawatirannya, pemerintah akan menalangi program JHT.
"Kalau duit yang terkumpul dibanding kewajiban di (BPJS) harus membayar, nilainya di bawah, maka harus ada yang nombokin. (Jangan) nanti yang nomboki ujung-ujungnya pemerintah," ungkapnya.
Poempida menduga aturan baru JHT yang pembayaran manfaatnya jadi jangka panjang muncul agar tidak terjadi kasus gagal bayar.
"Ini yang menjadi persoalan, kalau kemudian diambilin terus, nah pasti mereka akan terjadi gagal bayar. Kasusnya akan mirip kayak Jiwasraya, ada kemacetan arus kas disitu. Bedanya dengan Jiwasraya, BPJS kan iurannya wajib, setiap bulan," terang dia.
Poempida juga mengkritik pemerintah yang membolehkan JHT dicairkan sebulan saat pekerja tak lagi bekerja di aturan lamanya. "Dulu kenapa dibuka? Toh, sebenarnya untuk jaminan hari tua kan sudah ada ada Jaminan Pensiun (JP)," tandasnya.
Komentar
Posting Komentar