Gerindra: Isu HAM Him Hum Hem Hom Muncul 5 Tahunan By CNN Indonesia

 

Gerindra: Isu HAM Him Hum Hem Hom Muncul 5 Tahunan

By psr
cnnindonesia.com
July 23, 2023
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani di Lapangan Blok S, Jakarta Selatan, dalam rangka menghadiri Konsolidasi Akbar Partai Gerindra. (CNNIndonesia/Adi Ibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani mengaku tak khawatir dengan apa yang dia sebut sebagai black campaign terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang acap kali diserukan untuk menyudutkan Prabowo Subianto.

Muzani menyebut hal isu HAM tak lebih dari isu yang muncul tiap perhelatan pilpres.

"Ya itu, kan, ham him hum hem hom muncul 5 tahunan. Jadi, kita sudah tahu kapan isu itu akan muncul. Itu adalah isu lama yang selalu direproduksi menjelang pilpres, makanya itu kami tidak perlu mikirin," ujar Muzani di Lapangan Blok S, Jakarta Selatan, Minggu (23/7).

Muzani menegaskan pihaknya akan tetap berusaha memenangkan Prabowo dan Gerindra dalam Pemilu 2024 untuk kebaikan bangsa dan negara meski isu HAM terus menerpa mantan komandan korps baret merah itu.

"Kita tidak melihat ke belakang dan seluruh kader Gerindra bersemangat bersatu untuk itu," tuturnya.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengamini isu pelanggaran HAM 1998 selalu muncul dan dikaitkan dengannya setiap gelaran Pilpres.

Menurutnya, hal itu sah-sah saja. Di negara demokrasi, kata dia, masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih pemimpin.

"Selalu dibilang ini lah, itu lah, mau kudeta, ya kan? Dan sebagainya, penculik, pembunuh, jadi gimana ya? Saya mau apakan?" kata Prabowo dalam tayangan Mata Najwa, Kamis (29/6).

"Bahwa ini kan demokrasi, kalau rakyat percaya semua tudingan-tudingan itu, ya rakyat enggak usah pilih saya, selesai, kan?" ucapnya menambahkan.

Ia menjelaskan isu pelanggaran HAM sudah dikaitkan dengan dirinya sejak 2004. Saat itu, Prabowo mengikuti konvensi Partai Golkar. Prabowo menyebut isu pelanggaran HAM terus dikaitkan dengannya hingga maju sebagai cawapres dan capres.

"Memang tiap kali saya ikut, apalagi kalau angka polling saya agak bagus, ya mulai keluar HAM dan sebagainya. Saya kira dalam kehidupan politik di mana-mana itu biasa. Apalagi dalam demokrasi liberal, lawan itu harus kita turunkan popularitasnya," katanya.

Prabowo menganggap isu pelanggaran HAM yang dikaitkan dengan dirinya itu sebagai risiko lantaran pernah menjadi prajurit TNI. Meski demikian, ia menyatakan saat menjadi prajurit telah melaksanakan tugas yang diberikan sebaik-baiknya dan sesuai dengan sumpah.

"Itu risiko seorang prajurit, ya kan? Itu risiko saya, banyak rekan saya, anak buah saya hilang tangan, malah gugur, ya itu risiko saya, saya harus hadapi," katanya.

Sosok Prabowo selama ini memang diduga terkait dengan kasus penghilangan paksa sejumlah aktivis prodemokrasi jelang kejatuhan Orde Baru. 

Kasus penculikan ini berdasarkan putusa Pengadilan Militer Jakarta pada 1998 dilakukan oleh Tim Mawar yang dibentuk oleh Mayor Bambang Kristiono pada Juli 1997.

Sebanyak 22 aktivis diculik. Sembilan orang kembali dalam keadaan hidup, yakni Andi Arief, Nezar Patria, Pius Listrilanang, Desmond J. Mahesa, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyo Jati, Mugiyanto, Faisol Riza, dan Aan Rusdianto.

Sedangkan 13 aktivis lainnya hilang, yakni Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, Suyat, Yani Afri, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Sony, Noval Alkatiri, Ismail, Ucok Siahaan, Yadin Muhidin, Hendra Hambali, dan Abdun Nasser, tidak diketahui keberadaan mereka hingga saat ini.

Bambang, dalam persidangan militer  menyampaikan bahwa penculikan dilakukan atas dasar hati nurani. Ia mengaku tergerak melakukannya demi mengamankan kepentingan nasional. Menurutnya, tindakan para aktivis akan mengganggu stabilitas nasional.

Namun, kala itu, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) dibentuk di bawah kepemimpinan Jenderal Wiranto sebagai Panglima ABRI dan memeriksa Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R serta Komandan Grup IV Kopassus Kolonel Chairawan.

Usai melakukan serangkaian pemeriksaan, DKP menemukan fakta bahwa penculikan itu dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus saat itu. DKP yang diketuai Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo pun memberikan Prabowo sanksi administratif berupa pemberhentian dari dinas kemiliteran.

Pada April 1999, 11 anggota Tim Mawar diajukan ke Mahkamah Militer Tinggi II. Kolonel CHK Susanti yang mengetuai Mahkamah Militer Tinggi II kala itu, memutus perkara nomor PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999.

(wis)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya