Dandhy soal Ancaman Usai Rilis Film Dirty Vote: Kami Baik-baik Saja - CNN Indonesia

 Dandhy soal Ancaman Usai Rilis Film Dirty Vote: Kami Baik-baik Saja

CNN Indonesia

Yuk, daftarkan email jika ingin menerima Newsletter kami setiap awal pekan.

Jakarta, CNN Indonesia --

Sutradara film dokumenter Dirty VoteDandhy Dwi Laksono, buka suara mengenai potensi ancaman yang dialami setelah merilis film tersebut.

Dandhy mengaku sejauh ini dirinya dan orang-orang yang terlibat dalam Dirty Vote dalam keadaan baik-baik saja. Ia mengatakan bentuk serangan yang muncul hanya berkaitan dengan upaya pembunuhan karakter.

"Kami sejauh ini baik-baik saja. Serangannya (berupa) upaya untuk membunuh karakter supaya orang ragu dengan substansinya," ujar Dandhy kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selalu begitu polanya, sejak Sexy Killers juga begitu. Enggak ada yang benar-benar menjawab satu per satu premisnya," lanjut Dandhy.

Ia kemudian mengungkapkan serangan balasan yang diterima mirip seperti rilisan-rilisan film terdahulu. Film dokumenter Dandhy sebelum Dirty Vote juga disebut kerap mendapatkan balasan dari pihak tertentu.

Namun, balasan itu biasanya hanya berupa komentar atau narasi tanpa substansi. Ia lantas menilai sejumlah pihak itu memang tidak memiliki kapasitas untuk membalas dengan substansi.

Dandhy juga mengatakan reaksi yang muncul semacam itu sudah terpola dan berulang dari satu rilisan ke rilisan dokumenter lainnya.

"Reaksi-reaksi seperti ini terpola. Dan semakin saya baca setiap pengalaman banyak film, semakin saya yakin bahwa memang substansi ini mereka enggak bisa respons," ujarnya.

Dirty Vote merupakan film dokumenter tentang kecurangan-kecurangan yang ditemukan selama Pemilu 2024. Film dokumenter itu diproduksi dari kolaborasi sejumlah LSM hingga aktivis.

Dandhy Dwi Laksono yang didapuk sebagai sutradara mengungkap berbagai kecurangan itu lewat kaca mata tiga ahli hukum tata negara. Ketiga ahli yang tampil menerangkan kecurangan tersebut yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.

"Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi," dikutip dari siaran pers, Minggu (11/2).

Dandhy sebelumnya juga pernah merilis film dokumenter yang bertepatan dengan pemilu. Sebut saja Film Ketujuh (2014), Jakarta Unfair (2017), dan Sexy Killers (2019).

(frl/pta)

Komentar

Opsi Media Informasi Group

Baca Juga (Konten ini Otomatis dan tidak dikelola oleh kami)

Antarkabarid

Arenanews

Berbagi Informasi

Kopiminfo

Media Informasi

Opsi Informasi

Opsiin

Opsitek