Gelar PSU di Malaysia, KPU Siapkan Jurus Jitu Cegah Pemilih 'Siluman'
Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari. (Foto:Inilah.com/reyhaanah)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana menerapkan perlakuan khusus bagi para pemilih yang akan pengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia. Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengungkapkan pihaknya sedang mempertimbangkan SOP memotret wajah dan identitas pemilih.
Ia mengatakan langkah tersebut untuk mengantisipasi pemilih 'siluman' alias orang yang tidak memiliki hak suara tapi ikut mencoblos melalui kotak suara keliling (KSK).
"Untuk mengatasi, untuk mengantisipasi supaya orang yang tidak berhak ikut memilih, ketika orang itu akan milih dengan metode KSK, kami minta untuk difoto wajah dan juga ID atau identitas supaya orang yang hadir memang betul-betul orang itu," ujar Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (26/2/2024).
Terkait metode PSU ia memastikan PSU Kuala Lumpur tak lagi menggunakan metode pos, melainkan KSK dan pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Diketahui, tahapan pemilu di Kuala Lumpur bakal diulang. Hal itu sejalan dengan saran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kepada KPU. KPU berharap pihaknya dapat menyelesaikan PSU tepat waktu sebelum batas akhir rekap nasional dan penetapan hasil pemilu nasional pada 20 Maret.
"Batas waktunya 20 Maret maksimal, kami berusaha sesuai dengan kerangka waktu itu, syukur-syukur bisa selesai semua dan bisa kita tetapkan secara nasional sebelum batas akhir," katanya.
Baca Juga:
Sebelumnya, KPU dan Bawaslu sepakat tak menghitung suara pemilih pos dan KSK di Kuala Lumpur karena integritas daftar pemilih dan akan melakukan pemutakhiran ulang daftar pemilih.
Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri yang perlu dicoklit.
Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang. Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Baca Juga:
Komentar
Posting Komentar