Ternyata Pedagang Tak Happy Harga Beras Terus Meroket, Ada Apa? - CNBC Indonesia

 

Ternyata Pedagang Tak Happy Harga Beras Terus Meroket, Ada Apa?

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
News
Jumat, 23/02/2024 12:50 WIB
Foto: CNBC Indonesia TV

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga beras yang kini sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) ternyata turut membuat pedagang beras di pasar tradisional kewalahan. Terpantau, harga beras premium saat ini sudah melampaui Rp16.000 per kg dan beras medium meroket tembus Rp14.000 per kg.

Sementara, berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional No 7/2023, HET beras berlaku sejak Maret 2023 adalah Rp. 10.900/kg medium, sedangkan beras premium Rp 13.900/kg untuk Zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi. Sementara, HET beras di Zona 2 meliputi Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan dipatok Rp 11.500/kg medium dan beras premium Rp 14.400/kg. Sementara di zona ke-3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800/kg, dan untuk beras premium sebesar Rp 14.800/kg.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) M Mujiburrohman mengatakan, tingginya harga beras di pasaran sekarang ini. Namun, meski harganya sudah tinggi, untuk bisa mempertahankan pelanggannya, pedagang pasar kerap kali menjual dengan harga yang masih bisa dijangkau oleh masyarakat.

"Kami itu bisa menjual dengan harga yang kurang lebihnya kalau bisa terjangkau oleh masyarakat. Nah masalahnya sekarang adalah harga beras saja itu sudah tinggi. Kalau sekarang kan antara Rp14.000-Rp16.000 per kg (beras) di eceran," kata Mujib dalam Profit CNBC Indonesia, Kamis (22/2/2024).

"Di pedagang ini juga serba salah. Yang pertama kalau kita tidak jualan ya gimana? Kita perlu menghidupi keluarga, anak, istri, dan karyawan. Kita juga perlu membayar retribusi di pasar gitu kan. Tapi kalau kita jualan itu harga juga di tengah ketidakpastian begini, dengan harga tinggi kami juga tidak bisa mengambil keuntungan yang besar. Jadi ini modal kita besar tapi keuntungannya kecil, bahkan kadang untuk menjaga pelanggan ya kita terpaksa jual (murah)," curhatnya.

Untuk itu, ia berharap agar pedagang pasar juga bisa mendapatkan distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Mujib mengaku saat ini pedagang pasar masih banyak yang belum bisa menjual beras SPHP, lantaran sistem pemesanan yang membingungkan para pedagang.

"Kami berharap bahwa pedagang pasar itu dialokasikan lah, untuk mendapatkan program atau beras dari pemerintah yang SPHP tersebut, itu supaya kita juga bantu, kalau begini ceritanya ya agak susah. Memang ada beras yang katanya itu (SPHP) tadi, tapi ya nggak tahu ini kok sedikit sekali yang mendapatkan akses beras tersebut," ujarnya.

Pada prinsipnya, lanjut Mujib, pedagang pasar tidak masalah jika keuntungan yang didapatnya kecil, yang terpenting perputaran dari penjualan berasnya bisa besar. "Jadi frekuensi turn over dari orang belanja," lanjutnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pedagang pasar tidak mungkin melakukan praktik spekulan terhadap beras SPHP Bulog. Hal ini karena, pedagang pasar sendiri tidak memiliki modal yang besar, dan kondisi kios di pasar yang sempit tidak mungkin baginya untuk menumpuk beras SPHP.

"Di pasar itu kan pedagang, karena mempunyai modal yang kecil dan tempat yang sempit, dia juga perlu perputaran, menjaga pelanggan dan sebagainya. Jadi nggak muluk-muluk juga, tidak bisa berharap bahwa 'oh iya nanti kita numpuk', itu kan perlu modal besar, itu modalnya dari mana? Kalaupun ada modal itu, mau taruh di mana? dan lain sebagainya. Jadi tidak sampai kepikiran begitu," tegasnya.

Beras Langka?

Secara terpisah, Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa membantah terjadi kelangkaan beras. Sebab, yang menipis hanya beras premium, itu pun cuma di ritel modern, sedangkan stok beras premium di pasar tradisional justru berlimpah.

"Sebenarnya beras premium tidak kosong. Yang tidak ada itu kebetulan yang di ritel modern. Kalau datang ke pasar tradisional, kemudian datang ke warung-warung beras yang ada di perumahan, itu banyak beras premium," kata Ketut kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/2/2024).

"Jadi kalau datang ke pasar itu beras premium banyak banget. Sedangkan yang belum terpasok itu di ritel, karena ritel modern tidak berani menjual di atas HET (harga eceran tertinggi)," lanjutnya.

Untuk itu, pemerintah mendorong beras program SPHP Bulog masuk ke ritel, untuk menggantikan sementara pasokan beras premium yang langka, karena harga beras tengah melonjak tinggi.

"Tapi kalau ingin mencari beras premium memang kebanyakan curah dia, dan carilah di pasar tradisional. Banyak beras, nggak akan kurang berasnya. Cuma saja, itu brandnya beda-beda. Brandnya jadi satu kan, disebut brand kosongan. Tapi dia dengan pecahan di bawah 5% itu banyak banget," tutur dia.

"Jadi dengan strata yang beda-beda harganya, ada yang Rp15.000-Rp16.000 per kg, tinggal dipilih di situ. Di pasar tradisional ya beras premium banyak sekali," pungkas Ketut.

Baca Juga

Komentar