Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

KEJANGGALAN BARU Dialami Keluarga Brigpol Josua: WhatsApp (WA) Diretas, Rumah Dikepung Polisi - Tribunnews

 

KEJANGGALAN BARU Dialami Keluarga Brigpol Josua: WhatsApp (WA) Diretas, Rumah Dikepung Polisi - Halaman all

Editor: Musahadah
AA
Brigpol Josua (kiri), rumah Irjen Irjen Ferdy Sambo (kanan). Sederet kejanggalan lain dirasakan keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigpol Josua, ajudan Irjen Ferdy Sambo yang ditembak Bharada E.
Brigpol Josua (kiri), rumah Irjen Irjen Ferdy Sambo (kanan). Sederet kejanggalan lain dirasakan keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigpol Josua, ajudan Irjen Ferdy Sambo yang ditembak Bharada E.

SURYA.co.id - Sederet kejanggalan lain dirasakan keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigpol Josua, ajudan Irjen Ferdy Sambo yang ditembak Bharada E.

Diketahui, peristiwa polisi tembak polisi terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).

Insiden baku tembak tersebut melibatkan Brigpol Josua dan Bharada E.

Brigpol Josua tewas tertembus peluru Bharada E.

Sejumlah peristiwa janggal pun dirasakan keluarga Brigpol Josua setelah kejadian tersebut.

Hal ini diungkapkan oleh ayah Brigpol Josua, Samuel Hutabarat.

1. WhatsApp diretas

Ditemui di kediamannya di Jambi, Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J mengatakan, nomor WhatsApp dan media sosial dirinya, istri, dan kakak Brigadir J diretas.

"Orang itu mau menyelidiki kami, mencari sesuatu terkait almarhum untuk mengaitkannya dengan kami," kata Samuel di rumah duka, di Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Muarojambi, Selasa (12/7/2022).

Pada aplikasi WhatsApp tertulis, "Kami menemukan upaya login yang biasanya tidak Anda gunakan.

Kami sudah mengunci akun Anda untuk mengamankannya".

2. Dilarang buka peti jenazah

Samuel juga mengaku sempat dilarang membuka peti jenazah anaknya.

"Kita dilarang, tapi tidak dijelaskan kenapa peti jenazah tidak boleh dibuka?" kata Samuel.

Jenazah sampai ke rumah duka pada Sabtu (9/7/2022) sekitar 14.00 WIB.

Keluarga sempat bersitegang dengan polisi yang mengantar, karena tidak boleh membuka peti jenazah dan tidak boleh mengambil gambar jenazah.

"Saya disuruh tanda tangan dulu, baru nantinya boleh dibuka.

Saya tolak, karena itu sama dengan membeli kucing dalam karung. Nanti kalau terjadi masalah dan saya sudah tanda tangan, malah saya dipermasalahkan," kata Samuel.

Setelah lama bersitegang, akhirnya keluarga dibolehkan membuka peti jenazah, dengan catatan hanya orangtua, saudara kandung dan bibi yang boleh melihat.

Saat peti dibuka, orang lain diminta keluar ruangan. Jendela dan tirai di rumah duka juga langsung ditutup.

Samuel menggambarkan pembukaan peti yang disaksikan polisi pengantar jenazah berlangsung singkat.

"Dibukanya itu sedikit sekali. Tapi ibunya (syok) berteriak-teriak dia, karena melihat banyak sekali luka di bagian tubuh dan wajah," kata Samuel.

3. Rumah dikepung polisi

Tak hanya itu, ratusan polisi juga tiba-tiba datang ke kediaman mereka. Kedatangan ratusan polisi dengan mengepung rumah dan menutup pagar sekolah membuat keluarga ketakutan.

"Waktu datang orang itu ke rumah, kami terkejut.

Jantung kami serasa mau copot, maklum kami baru trauma baru kehilangan," kata Bibi Brigadir J, Rohani Simanjuntak.

Rohani mengatakan, keberadaan rumah orangtua J berada dalam kompleks perumahan guru SD di Sungaibahar.

Saat ratusan polisi datang menaiki satu bus dan 10 mobil membuat kondisi sangat menyeramkan.

Ada polisi yang mengenakan seragam, berpakaian hitam putih, dan pakaian bebas.

Mereka datang kemudian membuat pagar seolah mengepung rumah.

Ratusan polisi datang pada Senin sekitar pukul 20.00 WIB, saat keluarga sedang berkumpul di dalam rumah.

Tindakan yang dilakukan ratusan polisi berbaris mengelilingi rumah dilakukan tanpa komunikasi dan permisi.

Bahkan pintu gerbang sekolah yang menjadi akses keluar dan masuk ke rumah itu juga ditutup rapat. Saat kejadian, sambung Rohani, keluarga sedang berada dalam rumah.

Sebagian polisi masuk ke rumah tersebut dengan mengunci pintu.

"Kami seolah diserang, karena rumah didatangi," kata Rohani.

Merasa terdesak, Rohani menegur polisi dengan nada tinggi.

"Jangan seperti itulah Pak masuk rumah orang, kami ini lagi sedih loh, lagi trauma.

Yang sopan lah, pakai permisi," kata Rohani.

Setelah masuk ke rumah, semua anggota keluarga dilarang merekam dan mengambil gambar.

4 Kejanggalan Tewasnya Brigpol Josua

Diketahui, Tewasnya Brigpol Nopryansah Josua Hutabarat alias Brigpol Josua di rumah dinas Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Ferdy Sambo meninggalkan sejumlah kejanggalan bagi keluarganya. 

Brigpol Josua tewas setelah ditembak Brigpol E, ajudan Irjen Ferdy Sambo lainnya. 

Versi polisi, Brigpol Josua tewas ditembak  karena diduga akan melakukan pelecehan seksual dan menodongkan pistol kepada istri Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

"Yang jelas begini ya, itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan senjata dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam itu benar," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi, Senin (11/7/2022).

Di sisi lain, keluarga Brigpol Josua justru mengungkap sejumlah kejanggalan di balik kematian sang anak. 

Berikut kejanggalan-kejanggalannya:  

1. Kondisi penembak dipertanyakan 

Menurut Samuel Hutabarat, ayah dari Brigadir Yosua, tim dari Mabes Polri menyampaikan, dalam insiden tersebut Brigadir Yosua terlebih dahulu mengeluarkan senjata tajam, dan menembak secara membabi buta ke arah ajudan Irjen Ferdy Sambo yang berada di rumah tersebut.

Ia merasa janggal dan bertanya terkait kondisi orang yang terlibat baku tembak dengan Brigadir Yosua tersebut.

"Kalau anak saya yang menembak secara membabi buta, terus kondisi yang ditembak gimana, katanya lagi diperiksa di sana. Nah, logikanya kalau jarak 3 meter tidak mungkin tidak kena kalau terjadi baku tembak," kata Samuel, saat diwawancarai tribun di kediamannya di Sungai Bahar, Senin (11/7/2022).

Tidak hanya itu, Samuel juga meminta pihak kepolisian untuk lebih terbuka, dan memperlihatkan CCTV di lokasi kejadian, jika memang Brigadir Yosua terlebih dahulu melakukan penembakan.

Menurutnya, rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan ketat.

"Itu kan rumah perwira tinggi, ya tolong diperlihatkan CCTVnya," ujarnya.

2. Kontak diblokir  

Menurutnya, kejanggalan lainnya, di mana, beberapa jam sebelum kejadian Brigadir Yosua dan keluarganya masih intens berkomunikasi.

Saat itu, orangtua korban bersama dengan adiknya sedang pulang ke kampung halaman, Balige, Sumatera Utara untuk ziarah.

Brigadir Yosua selalu aktif memberi komentar setiap foto yang dia lihat di post oleh adiknya.

Brigadir Yosua seyogiyanya ingin ikut pulang ke kampung halaman, namun ia dalam kondisi tugas.

Saat itu, Brigadir Yosua sedang mendampingi keluarga perwira tinggi Polri tersebut ke Magelang. Kemudian berkomunikasi dengan sang ibu ia akan kembali ke Jakarta.

"Waktu itu masih aktif chatingan, setiap foto-foto selalu di komentari. Dia bilang enak ya, katanya sama adiknya," jelas Samuel.

Mereka memperkirakan, perjalanan Magelang menunu ke Jakarta sekira 7 jam. Kemudian, mereka menghubungi Brigadir Yosua untuk memastikan apakah sudah tiba di Jakarta.

Namun, saat itu Brigadir Yosua tidak bisa dihubungi, semua kontak di keluarganya telah diblokir. "Semua di blokir, kakaknya dan yang lainnya di blokir," katanya.

Tidak berselang lama, mereka mendapat kabar Brigadir Yosua telah meninggal dunia.

3. Tak ada persetujuan autopsi

Mirisnya, informasi tersebut tidak mereka terima langsung dari kepolisian, melainkan dari adik kandung korban yang juga bertugas di Mabes Polri.

Tidak hanya itu, ia juga mengaku tidak dimintai persetujuan terkait proses autopsi yang dilakukan terhadap anaknya.

Ia mendapati Brigadir Yosua sudah dalam kondisi lebam di sekujur tubuh, dan luka tembak di dada, tangan, leher dan bekas jahitan hasil autopsi.

"Tidak ada meminta persetujuan keluarga atas autopsi yang dilakukan," katanya.

4. Kondisi luka

Kejanggalan masih berlanjut, saat jenazah Brigadir Yosua tiba, pihak keluarga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban.

Kemudian, mereka juga melarang pihak keluarga untuk mendokumentasikan kondisi korban saat pertama kali tiba di rumah duka.

"Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak," sebutnya.

Samuel merasa terpukul dengan kondisi anaknya tersebut.

Ia bilang, , jika memang ditemukan kesalahan terhadap anaknya, tidak seharusnya diperlakukan dengan hal tersebut.

"Misalnyapun anak saya salah, ya jangan disiksa begitu," pungkasnya.

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Posting Komentar

0 Komentar