Target Produksi Migas Turun 2023, Menteri ESDM Persoalkan Sumur Tua - MSN

 

Target Produksi Migas Turun 2023, Menteri ESDM Persoalkan Sumur Tua

MSN
2 min
© Disediakan oleh Katadata
 Blok Migas Pertamina Hulu Energi
© Disediakan oleh Katadata Blok Migas Pertamina Hulu Energi

Volume produksi atau lifting minyak dan gas bumi (migas) dalam Rancangan Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 lebih rendah dibandingkan target tahun ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan, penyebab utamanya yakni lapangan migas di Indonesia sudah tua.

Selain itu, sejumlah penemuan lapangan migas baru masih tahap pengembangan. Sedangkan pengembangan ini butuh waktu lama dan modal invetasi besar untuk onstream.

"Memang sumur-sumur kita (Indonesia) sudah tua. Ini tendensi lifting memang menurun," kata Arifin dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023 di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (16/8).

“Kami harus bisa menjaga level produksi dengan langkah-langkah peningkatan,” tambah dia.

Di satu sisi, untuk menggenjot potensi lapangan migas yang sudah tua, membutuhkan waktu lama. Selain itu, pemerintah harus memperbaiki aturan fiskal guna meningkatkan daya tarif investasi di sektor migas.

Oleh karena itu, Kementerian ESDM berfokus melakukan pengeboran sumur secara masif. Selain itu, mengeksplorasi wilayah migas potensial.

"Selama 2012 – 2014, eksplorasi besar-besaran yang menghabiskan lebih dari US$ 2 miliar tidak berhasil. Sejak saat itu, tidak ada eksplorasi baru," ujar Arifin.

Rincian target lifting migas dalam RAPBN 2023 sebagai berikut:

  • Lifting minyak 660 ribu barel per hari (bph) atau turun dibandingkan target tahun ini 703 ribu bph
  • Lifting gas 1,05 juta barel setara minyak per hari, juga lebih rendah dibandingkan target tahun ini 1,36 juta

Mantan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia itu menjelaskan, Kementerian ESDM tengah berfokus menggarap infratruktur penunjang proyek jaringan gas yang tersambung dari Sumatera hingga Jawa Timur.

Itu sebagai langkah untuk mengerahkan pasokan gas yang berasal dari suatu wilayah ke wilayah lain. "Intinya untuk jangka panjang," kata Arifin.

“Kelebihan gas dari daerah surplus ke daerah yang memang sudah menunjukkan tren penurunan. Potensi ini bisa dimanfaatkan pada tujuh hingga 10 tahun mendatang,” tambah dia.

Baca Juga

Komentar