PDIP Dukung PBNU dan Muhammadiyah Tolak Politik Identitas di Pemilu 2024 By BeritaSatu

 

PDIP Dukung PBNU dan Muhammadiyah Tolak Politik Identitas di Pemilu 2024

By BeritaSatu.com
beritasatu.com
Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno di acara diskusi politik Indonesia Point bertajuk "Menakar Kekuatan Capres 2024 Puan Maharani" di Jakarta, Jumat, 12 Agustus 2022.
Politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno di acara diskusi politik Indonesia Point bertajuk "Menakar Kekuatan Capres 2024 Puan Maharani" di Jakarta, Jumat, 12 Agustus 2022.

Jakarta, Beritasatu.com - Politisi senior PDIP Hendrawan Supratikno mengapresiasi kesepakatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU dengan Muhamadiyah yang menolak politik identitas di Pemilu 2024.

Menurut Hendrawan, kesepakatan tersebut sangat bijak sehingga membuka ruang lebih besar penyelenggaraan Pemilu 2024 secara damai.

"Kesepakatan yang sangat bijaksana, aspiratif dan menginspirasi. Ini merupakan harapan kita semua untuk menjadikan pemilu sebagai proses dan peristiwa yang teduh, penuh kedamaian dan keceriaan," ujar Hendrawan kepada Beritasatu.com, Jumat (26/5/2023).

Hendrawan menegaskan, pemilu bukan ajang untuk gontok-gontokan, saling menyalahkan atau saling menebar rasa kebencian dan benih permusuhan. Menurut dia, jika hal tersebut terjadi, maka pemilu menjadi kesempatan tumbuh polarisasi di tengah masyarakat.

"Pemilu harus merupakan arena perdebatan gagasan, adu program, dan konsep penyelenggaraan pemerintahan, adu usulan solusi untuk pencapaian tujuan-tujuan bernegara," imbuh Hendrawan.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir sepakat untuk mendorong hadirnya kepemimpinan moral dan menolak politik identitas pada Pemilu 2024.

Kesepakatan ini disampaikan usai kedua pimpinan ormas besar Islam tersebut melakukan pertemuan tertutup selama kurang lebih 1,5 jam di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (25/5/2023).

Saksikan live streaming program-program BTV di sini

URL berhasil di salin.

Menurut Gus Yahya, politik identitas adalah politik yang hanya menyandarkan penggalangan dukungan berdasarkan identitas primordial saja, bukan pada tawaran agenda, program dan gagasan yang rasional dan visioner para kontestan.

"Kami memandang bahwa politik identitas itu, yang mengedepankan identitas yang primordial ini, ini berbahaya bagi masyarakat secara keseluruhan karena itu akan mendorong perpecahan di masyarakat," kata Gus Yahya.

"Saya sering katakan, bahwa kita tidak mau ada politik berdasarkan identitas Islam bahkan kita tidak mau ada politik berdasarkan identitas NU. Jadi kami tidak mau ada ada kompetitor kampanye pilih orang NU. Kita tidak mau itu, kalau mau harus bertarung dengan tawaran rasional, ini yang kami harapkan," ungkap Gus Yahya menambahkan.

Senada dengan Gus Yahya, Haedar Nashir mengatakan Muhammadiyah juga menolak politik identitas. Menurut dia, politik identitas adalah politik yang melakukan politisasi sentimen-sentimen primordial demi memenangkan kontestasi demokrasi.

"Tadi disebut Gus Yahya Primordial. Primordial itu agama, suku, ras dan golongan yang sering kita sebut SARA. Karena menyandarkan, maka sering terjadi politisasi sentimen-sentimen atas nama agama, ras, suku, dan golongan yang akhirnya membawa ke arah polarisasi. Mari kita berkontestasi dengan mengedepankan politik yang objektif dan rasional dan ada di dalam koridor demokrasi kita," kata Haedar.

Saksikan live streaming program-program BTV di sini

URL berhasil di salin.

Baca Juga

Komentar