Putin Bocorkan Isi Dokumen Perjanjian Damai Rusia-Ukraina

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin buka suara terkait alasannya untuk terus menyerang Ukraina. Hal ini disampaikannya dalam sesi bersama pemimpin Afrika di St Petersburg, pada akhir pekan.
Dalam pertemuan itu, Putin menunjukkan untuk pertama kalinya draf dokumen yang sedang dibahas oleh utusan Rusia dan Ukraina di Turki lebih dari setahun yang lalu.
Menurut Putin, sebuah dokumen berjudul Perjanjian tentang Netralitas Permanen dan Jaminan Keamanan untuk Ukraina telah ditandatangani oleh delegasi Ukraina.
Draf tersebut menetapkan bahwa Ukraina harus mengabadikan netralitas permanen dalam konstitusinya. Rusia, Amerika Serikat (AS), Inggris, China, dan Prancis terdaftar sebagai penjamin.
Sebuah tambahan draf, juga ditunjukkan oleh Putin, menguraikan proposal Rusia dan Ukraina mengenai ukuran tentara tetap Ukraina selama masa damai, serta perlengkapannya. Moskow mengusulkan untuk membatasi jumlah personel militer sebanyak 85.000 dan jumlah anggota Garda Nasional sebanyak 15.000. Kyiv, sementara itu, mengusulkan agar Angkatan Bersenjatanya memiliki hingga 250.000 tentara.
Moskow menyarankan agar Ukraina diizinkan memiliki 342 tank, 1.029 kendaraan lapis baja, 96 peluncur roket ganda, 50 pesawat tempur, dan 52 pesawat bantuan. Kyiv, sementara itu, mendukung proposal untuk memiliki 800 tank, 2.400 kendaraan lapis baja, 600 peluncur roket ganda, 74 pesawat tempur, dan 86 pesawat bantuan.
Kedua belah pihak juga bertukar proposal tentang pembatasan mortir Ukraina, senjata anti-tank, dan sistem rudal anti-udara, di antara peralatan lainnya.
Negosiasi tersebut secara efektif gagal pada musim semi 2022, tak lama setelah pejabat Ukraina menuduh pasukan Rusia membunuh warga sipil di beberapa kota kecil di sekitar Kyiv. Moskow sejak itu berulang kali membantah melakukan kekejaman di Ukraina.
"Setelah kami menarik pasukan kami dari Kyiv, seperti yang telah kami janjikan, otoritas Kyiv ... membuang (komitmen mereka) ke tong sampah sejarah. Mereka meninggalkan segalanya," ujar Putin dikutip Russia Today, Senin (19/6/2023).
"Di mana jaminan bahwa mereka tidak akan meninggalkan kesepakatan di masa depan? Namun, bahkan dalam keadaan seperti itu, kami tidak pernah menolak untuk melakukan negosiasi."
Delegasi Afrika, termasuk presiden Afrika Selatan, Senegal, dan Zambia, serta perdana menteri Mesir, tiba di Moskow setelah pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kyiv pada Jumat.
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mempresentasikan peta jalan sembilan poin untuk mengakhiri permusuhan, menyerukan kedua belah pihak untuk mengurangi eskalasi.
Zelensky, sementara itu, menegaskan kembali posisi Ukraina bahwa negosiasi dapat dimulai hanya setelah Moskow menyerahkan Krimea, yang memilih untuk bergabung dengan Rusia pada 2014, dan empat wilayah lain yang melakukan hal yang sama setelah referendum pada September 2022.
Ukraina membatalkan semua diskusi tentang kemungkinan kenetralan tahun lalu dan sejak itu secara resmi mendaftar untuk bergabung dengan NATO.
0 Komentar