HEADLINE: Menlu Retno Desak 3 Tuntutan Dukung Palestina di DK PBB, Tepatkah?
Liputan6.com, Jakarta - Perang di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-112 pada Jumat (26/1/2024). Mengabaikan resolusi PBB, bahkan seruan sekutu terdekatnya Amerika Serikat (AS), Israel terus melancarkan serangan membabi buta yang menargetkan warga sipil.
Otoritas kesehatan Jalur Gaza mengumumkan per Jumat, 26.083 warga Palestina tewas dan lebih dari 64.400 terluka sejak perang Hamas Vs Israel terbaru dimulai pada 7 Oktober 2023. Demikian seperti dilansir AP.
Pada Kamis (25/1), kebiadaban Israel berulang. Mereka menyerang kerumunan warga Palestina di Kota Gaza yang tengah menunggu bantuan kemanusiaan. Tragedi itu menewaskan 20 orang, melukai 150 lainnya.
Advertisement
Sementara itu, serangan Israel satu hari sebelumnya ke sebuah tempat penampungan pengungsi di Khan Younis, Gaza Selatan, menurut pejabat senior Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Thomas White, menewaskan 12 orang dan melukai 75 lainnya.
Saat serangan Israel berlanjut, upaya untuk menghentikannya juga jalan terus, termasuk oleh Indonesia. Terbaru, di Debat Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB yang digelar pada Selasa (23/1) di Markas Besar PBB di New York, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi lantang menyuarakan tiga tuntutan atas konflik Israel Palestina.
Pertama, Indonesia menuntut gencatan senjata segera dan permanen.
"Ini akan menjadi penentu segalanya. Yang paling penting, hal ini akan memberikan ruang untuk mengatasi situasi kemanusiaan di Gaza, memulai upaya rekonstruksi pascakonflik, dan proses solusi dua negara," tutur Menlu Retno.
Pada saat yang sama, kata Menlu Retno, sangat penting mendukung pekerjaan koordinator senior kemanusiaan dan rekonstruksi PBB untuk membuka jalan bagi pengiriman bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan jiwa ke Jalur Gaza.
"Kedua, Palestina harus segera diberikan keanggotaan penuh di PBB. Hal ini penting untuk memulai kerja yang adil dan seimbang dalam solusi dua negara dan menghentikan agresi brutal Israel," jelas Menlu Retno.
"Dan ketiga, menghentikan aliran senjata ke Israel. Setiap senjata yang dikirim ke Israel dapat digunakan untuk membunuh warga sipil yang tidak bersalah."
Dari tiga tuntutan tersebut, poin pertama adalah hal yang juga disuarakan banyak pihak, termasuk Parlemen Uni Eropa baru-baru ini. Namun, tidak demikian dengan poin kedua dan ketiga.
Sudah tepat sasarankah tiga poin yang menjadi tuntutan Indonesia?
"Saya kira tuntutan kedua dan ketiga yang disampaikan menlu adalah hal yang ideal. Kedua tuntutan merupakan prasyarat bagi koeksistensi damai antara Israel dengan Palestina sebagaimana dibayangkan dalam konsepsi "two-states solution" atau solusi dua negara," demikian kata pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada Irfan Ardhani kepada Liputan6.com.
Hanya saja, sebut Irfan, kedua poin itu rasanya sulit untuk diwujudkan dalam waktu dekat.
"Misalnya untuk menjadikan Palestina sebagai anggota penuh PBB. Secara prosedur nampaknya akan mentok di Dewan Keamanan PBB. Memang Majelis Umum PBB bisa mengusulkan negara anggota baru. Namun, keputusan akhir ada di DK PBB. Melihat perkembangan terakhir, kemungkinan besar AS akan memveto usulan tersebut," tutur Irfan.
Terkait tuntutan ketiga, Irfan mengatakan, memang berkurangnya intensitas serangan Israel ke Jalur Gaza. "Namun, kita perlu memahami bahwa sebagian besar kebutuhan senjata Israel dipasok oleh industri pertahanan dalam negerinya. Israel termasuk ke dalam 10 besar negara eksportir senjata di dunia."
"Di samping itu, 68 persen impor senjata Israel berasal dari AS sementara 28 persen berasal dari Jerman. Saya kira AS memiliki posisi yang kukuh untuk terus menyuplai senjata ke Israel dalam konflik kali ini. Di samping itu, dengan trauma sejarah yang mereka miliki, Jerman juga mendukung serangan Israel ke Gaza," ujar Irfan.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Tantangan Mewujudkan Tuntutan Kedua dan Ketiga
Pengamat Politik Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menyoroti bahwa tuntutan Indonesia terkait dengan menghentikan aliran senjata ke Israel akan menjadi pembuktian dari komitmen negara-negara Barat.
"Kalau kemudian mereka berkomitmen untuk mencegah tragedi kemanusiaan dan menyetop genosida, hal itu kan harusnya bisa dilakukan begitu. Karena biar bagaimanapun dunia juga tidak bisa melihat terus menerus secara nyata dan sangat jelas bagaimana entitas masyarakat Palestina itu menjadi korban atau target serangan Israel yang tidak kenal batasan. Anak-anak, perempuan, orang tua, sipil itu menjadi target," beber Yon kepada Liputan6.com.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengungkapkan bahwa tuntutan menghentikan transfer senjata sangat sulit diawasi.
Advertisement
"Karena pergerakan senjata sudah beredar luas di pasar gelap. Kalaupun distop minggu ini, pihak pembeli dan penjual sudah memiliki kontrak jangka panjang dan kontrak untuk pembelian mendadak," tutur Rezasyah saat dihubungi Liputan6.com.
Terkait tuntutan keanggotaan tetap Palestina di PBB, Rezasyah menilai bahwa hal itu sulit terwujud dalam waktu dekat.
"Karena Israel dan sekutunya akan melawan secara diplomatik, termasuk memperluas basis suara mereka di PBB. Tapi setidaknya, tuntutan tersebut akan menjadi dokumen PBB yang dapat terus diolah dalam Majelis Umum dan DK PBB, serta menjadi agenda kerja Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok (GNB)," kata Rezasyah.
Di luar tiga tuntutan di atas, Irfan menyoroti pula pernyataan lain Menlu Retno di Debat Terbuka DK PBB.
"Menlu Retno menyebut bahwa Israel perlu dimintai pertanggungjawaban atas kebrutalan yang dilakukan di Gaza. Menlu menambahkan bahwa Indonesia akan memberi advisory opinion di Mahkamah Internasional (ICJ) sebagai mandat dari Majelis Umum PBB. Saya kira ini adalah upaya yang sangat penting karena akan menjadi preseden bagi masyarakat internasional. Di samping itu, akan semakin menguatkan stigma bahwa Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan yang sangat keji. Oleh karena itu, saya kira upaya seperti ini perlu didukung supaya kita dapat mencari jalan keluar atas upaya di DK PBB yang selalu mandek," ujar Irfan.
Advertisement
ICJ Umumkan Putusan Sela
Dukungan tidak goyah Indonesia bagi Palestina juga ditunjukkan Menlu Retno melalui walk out saat Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan memberikan pernyataan dalam Debat Terbuka Dewan Keamanan PBB.
"Sikap walk out dalam forum atau sidang plenary session multilateral merupakan bentuk pernyataan terbuka atas perbedaan posisi delegasi perwakilan negara atas isu tertentu," kata pakar hubungan internasional yang juga Director Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas kepada VOA indonesia.
Merespons isu walk out Menlu Retno, Rezasyah mengatakan, "Walk out yang RI lakukan bersama OKI ini melambangkan sebuah sikap RI dan OKI, bahwa seluruh unsur dalam pembelaan Israel adalah tidak relevan dan jelas-jelas mengingkari prinsip-prinsip yang diagungkan dalam Piagam PBB."
Advertisement
"Posisi keras Ibu Menlu kali ini merupakan peringatan keras pada DK PBB kini dan di masa depan agar jangan lagi menganggap enteng kekuatan moral dunia dan selanjutnya DK PBB agar berlaku adil dan menjadi penyelesai atas nasib Palestina di masa depan," ungkap Rezasyah.
Update lainnya pada Jumat adalah ICJ telah mengeluarkan keputusan sela terkait dengan gugatan dugaan genosida oleh Israel yang diajukan Afrika Selatan.
Melansir BBC, sejumlah keputusan sela ICJ antara lain, Israel harus mengambil tindakan apa pun demi mencegah genosida; Israel harus memastikan militernya tidak melakukan tindakan genosida; Israel harus mencegah dan menindak pernyataan publik yang dapat menghasut genosida di Jalur Gaza; Israel harus memastikan akses kemanusiaan; Israel harus mencegah pemusnahan barang bukti penyelidikan kasus genosida; dan Israel harus menyerahkan laporan kepada ICJ tentang semua tindakan yang telah diambil untuk menerapkan perintah tersebut dalam kurun satu bulan setelah putusan sela dibacakan.
"Mahkamah mengingatkan bahwa perintah mengenai keputusan sementara mempunyai efek mengikat dan dengan demikian menciptakan kewajiban hukum internasional bagi pihak mana pun yang menerima keputusan sementara tersebut," sebut ICJ, seperti dikutip Middle East Eye.
ICJ hanya memiliki yurisdiksi atas negara dan oleh karena itu dapat memberikan perintah kepada Israel, namun tidak kepada Hamas, yang merupakan entitas non-negara.
Keputusan ICJ pada Jumat mengikat secara hukum, namun hanya sedikit yang bisa dilakukan ICJ yang bermarkas di Den Haag untuk menegakkan kepatuhannya. Meski demikian, negara-negara lain berpotensi mendesak DK PBB untuk menerapkan sanksi terpisah terhadap Israel jika Israel gagal mematuhi perintah ICJ.
Pemerintah Israel sebelumnya mengatakan bahwa ICJ sekali pun tidak dapat menghentikan perangnya melawan Hamas.
Keputusan sela ICJ disambut baik Menlu Palestina Riyad al-Maliki, meski tidak memerintahkan Israel menghentikan operasi militer di Jalur Gaza, yang menjadi salah satu tuntutan utama Afrika Selatan.
"Hakim ICJ menilai fakta dan hukum, mereka memutuskan berpihak pada kemanusiaan dan hukum internasional," ungkap Menlu Maliki, seraya meminta semua negara untuk memastikan tindakan yang diperintahkan oleh pengadilan dilaksanakan termasuk oleh Israel.
Tambahan Amunisi Perang dari AS
Di tengah perang yang masih berlangsung dan eskalasinya konflik yang meluas, The Times of Israel melaporkan bahwa para pejabat pertahanan Israel memajukan sejumlah perjanjian pertahanan penting dengan AS, yang akan membuat negara tersebut mendapatkan jet tempur baru, helikopter serang, dan pasokan amunisi yang berkelanjutan.
Pada Kamis, Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel Eyal Zamir mengakhiri kunjungan kerja ke Washington, di mana dia bertemu dengan pejabat senior Pentagon dan Kementerian Luar Negeri AS, serta para eksekutif perusahaan pertahanan besar AS untuk membahas kemajuan kesepakatan tersebut.
Sumber-sumber pertahanan mengatakan kepada The Times of Israel pada Kamis malam bahwa Israel berencana membeli 25 jet tempur siluman F35i, 25 jet tempur F-15IA, dan 12 helikopter Apache.
Advertisement
Israel sebelumnya telah menyetujui pembelian 50 jet tempur F-35 dari Lockheed Martin.
Militer Israel dilaporkan juga berupaya menambah dan meningkatkan armada F-15 yang ada, yang dapat membawa jenis senjata berat yang dibutuhkan Israel untuk menembus situs nuklir Iran, yang sebagian besar terkubur jauh di bawah tanah.
Sejauh ini, setidaknya 250 pesawat kargo dan lebih dari 20 kapal telah mengirimkan lebih dari 10.000 ton persenjataan dan peralatan militer ke Israel sejak perang Hamas Vs Israel dimulai.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komentar
Posting Komentar