Populasi China Anjlok, Banyak Warga Ogah Punya Anak, Ada Fenomena Apa?

Angka kelahiran di China terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun akibat banyaknya warga yang tidak ingin memiliki anak karena biaya hidup mahal. Bahkan sepanjang 2023 angka kelahiran di negara itu mencapai level terendah sepanjang sejarah.
Melansir dari SCMP, Rabu (17/1/2024), biro statistik nasional China mencatat jumlah bayi yang lahir sepanjang 2023 hanya 9,02 juta jiwa. Jumlah ini turun 5,6% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 9,58 juta jiwa.
Artinya, saat ini di negara itu hanya ada 6,39 kelahiran untuk setiap 1.000 orang. Angka kelahiran sepanjang 2023 ini merupakan yang terendah sejak 1949, saat pemerintah China pertama kali mencatat angka kelahiran warganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui pertumbuhan populasi Negeri Tirai Bambu memang telah melambat sejak tahun 2016 karena tingginya biaya membesarkan anak. Karenanya di tahun yang sama pemerintah sempat melonggarkan kebijakan 1 anak per keluarga menjadi 2 anak per keluarga, dan memberikan sejumlah insentif.
Namun hal ini dirasa kurang ampuh mengatasi fenomena warga yang semakin ogah memiliki anak. Untuk itu pada 2021 pemerintah kembali merubah kebijakan 2 anak per keluarga menjadi 3 anak per keluarga, dan memberikan insentif tambahan.
Insentif yang diberikan mulai dari cuti tambahan untuk orang tua, mendapat pemotongan pajak, hingga diberi uang tunai untuk keluarga yang memiliki lebih dari satu anak. Namun pada kenyataannya insentif ini tidak cukup efektif untuk menarik minat warga memiliki anak.
Karenanya Yuan Xin selaku profesor demografi di Fakultas Ekonomi Universitas Nankai berpendapat Tiongkok perlu membangun sistem kebijakan yang lebih terintegrasi untuk menumbuhkan lingkungan yang mendukung warganya agar mau melahirkan anak.
Sebab menurutnya selama ini kebijakan terkait upaya menumbuhkan angka kelahiran China, terutama dalam pemberian insentif, sebagian besar masih diatur oleh pemerintah daerah. Akibatnya antara satu daerah dengan yang lain memberikan insentif yang berbeda-beda untuk warganya yang ingin memiliki anak.
"Sistem seperti itu harus merata dan konsisten di seluruh negeri. Seharusnya tidak ada perbedaan yang besar dalam perlakuan (pemberian insentif) karena adanya urutan kelahiran, ras, provinsi tempat mereka tinggal, dan apakah mereka berasal dari perkotaan atau pedesaan," jelas Yuan.
Ia mencontohkan di Weifang, Provinsi Shandong, pemerintah setempat membuat kebijakan di mana orang tua dibebaskan dari biaya sekolah untuk anak ketiga mereka. Namun kebijakan ini tidak berlaku untuk anak pertama dan kedua.
Hal ini memicu kritik atas kesetaraan pendidikan, yang merupakan salah satu masalah utama lainnya di balik keengganan warga China untuk memiliki anak.
Senada dengan itu Wakil Direktur Pusat Studi Penuaan dan Keluarga Sehat di Universitas Peking, Lu Jiehua, juga mengatakan pemerintah harusnya mau memberikan lebih banyak dukungan yang berkelanjutan dibandingkan hanya menawarkan insentif atau subsidi satu kali setelah seorang anak lahir.
"Kita perlu memperbaiki kebijakan mengenai asuransi kehamilan dan pajak keluarga, sehingga pemerintah dapat memainkan peran yang lebih baik dalam menjamin standar hidup dasar dan memberikan manfaat bagi penghidupan masyarakat," kata Lu.
(fdl/fdl)
0 Komentar