Tambang Nikel Morowali, dari Gelap Gulita hingga Bisa Setor Rp 17 Triliun ke Negara
Jakarta, Beritasatu.com - Pada 2006, kawasan Desa Fatufia dan Labota di Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah masih berupa hutan belantara. Kini, kawasan yang dahulu gelap gulita itu menjadi penyumbang pendapatan negara dari pajak dan royalti sebesar Rp 10 triliun pada 2022 dan diperkirakan Rp 17 triliun pada 2023.
Pajak dan royalti itu berasal dari kegiatan industri tambang berbasis bahan baku nikel yang berdiri di dua wilayah desa tersebut.
Waktu pertama kali datang ke Fatufia dan Labota hampir dua dekade lalu, Managing Director PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Hamid Mina mengaku tak membayangkan bahwa wilayah itu bakal berubah menjadi sebuah kawasan industri modern seperti sekarang. Apalagi sampai tercatat sebagai industri tambang yang memiliki rantai produksi terpanjang dan paling efektif di dunia.
“Tahun 2005 atau 2006 ketika saya datang ke sini pertama dahulu, kami diberi korek dan lilin oleh pemilik penginapan. Ternyata itu berfungsi sebagai penerangan karena tak ada listrik, gelap gulita ketika malam,” Hamid Mina saat menceritakan ihwal perjalanannya membuka tambang di Morowali.
Gagal pada sebuah eksplorasi batu bara di Kalimantan Timur, Hamid mengaku melirik nikel. “Saya berpendapat bahwa keunggulan Indonesia adalah dari sumber daya alamnya. Kita kaya akan batu bara di Kalimantan. Kalau nikel di Sulawesi, Halmahera, sampai Papua,” ucap Hamid mengenai ketertarikannya pada nikel.
Nikel belum sepopuler batu bara ketika itu sehingga pembukaan lahan pertambangan tidak sulit. Hamid dan kakaknya, Halim Mina, yang tergabung dalam PT Bintang Delapan Minerals (BDM) mengawali investasi dengan membuka tambang di wilayah yang gelap gulita tadi, di Kecamatan Bahodopi.
Pada 2010 PT BDM mulai mengekspor bahan baku (ore) nikel ke China dengan Tsingshan sebagai partnernya. Tsingshan Group adalah perusahaan terbesar di dunia di bidang pengolahan nikel dan sudah menguasai teknologi pengolahan yang lengkap dengan teknologi maju dan modern.
PT BDM dan Tsingshan belakangan menjalin kerja sama seiring kebijakan pelarangan ekspor raw matterial (ore nikel).
Pada Juli 2013, mulai dibangun pabrik pemurnian nikel berkat kongsi kedua korporasi tersebut dengan PT Sulawesi Mining Invesment (SMI) sebagai pengelolanya.
Pada 19 September tahun yang sama didirikanlah PT IMIP. Pemegang sahamnya antara lain Shanghai Decent Investment Group, PT SMI, dan PT Bintang Delapan Investama.
Pada 3 Oktober 2013 ditandatangani kerja sama B to B dua proyek, yakni PT SMI dan PT IMIP yang disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden RRC Xi Jinping. Setahun kemudian Menteri Perindustrian waktu itu, Saleh Husin, meresmikan kawasan IMIP. Setelah itu kawasan tambang ini melaju kencang.
Komentar
Posting Komentar