Dugaan Pelanggaran Pemilu di Malaysia: Pantarlih Fiktif hingga Lonjakan Pemilih Khusus
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja (kiri) saat memberikan keterangan di Media Center Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2024). (Foto: Inilah.com/Reyhaanah A)
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI membeberkan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu 2024 dalam pemungutan suara dua metode yang terjadi di Kuala Lumpur Malaysia. Kedua metode tersebut yaitu Pos dan Kotak Suara Keliling (KSK).
Menurut Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, dugaan pelanggaran itu ditemui saat pihaknya melakukan pengawasan sejak 4 hingga 11 Februari 2024. Dugaan pelanggaran mencuat sejak Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) di luar negeri (LN) yang hanya mampu melalui prosedur pencocokan dan penelitian (coklit) sebesar 12 persen di Kuala Lumpur.
“Terdapat 18 pantarlih (petugas pemutakhiran data pemilih) fiktif yang tidak pernah berada di kuala lumpur. Kemudian pergeseran 50 ribu pemilih TPS menjadi KSK tanpa didahului analisa detail data pemilihnya,” kata Bagja di Media Center Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2024).
Selanjutnya, ia memaparkan, terdapat penambahan pemilih yagh dilakukan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) luar negei berdasarkan arahan penanggung jawab pos PPLN Kuala Lumpur.
“Rangkaian peristiwa tersebut membuat pelaksanaan pemungutan suara metode pos menjadi bermasalah akibat banyak pos yang tidak sampai ke pada pemilih,” ujar Bagja.
Bagja mengaku, pihaknya harus berkordinaai dengan kepolisian di Malaysia untuk mengungkap identitas pihak yang menguasai ribuan surat suara pos tersebut. Sayangnya, Bawaslu tak bisa berbuat banyak karena terbentur wilayah yurisdiksi Malaysia.
Selain itu, turut beredar video pencoblosan surat suara pos yang mengganggu legitimasi hasil pemungutan suara sehingga tidak dilakukan penghitungan dan diulang prosesnya.
“Pelaksanaan KSK di Kuala Lumpur juga tidak luput dari masalah seperti banyak titik KSK yanh terlalu jauh dari kantong-kantong DPP KSK. Sehingga dinilai melanggar prinsip pelaksanaan KSK,” tuturnya.
Selain itu, adanya pemungutan suara metode KSK yang dilaksanakan tanpa izin otoritas lokal. Sehingga hal itu dibubarkan petugas setempat dan terdapat pemilih metode pos di KSK.
Bagja juga menambahkan, melonjaknya jumlah Daftar Pemilih Khusus (DPK) di KSK berpotensi terdapatnya pemilih yang mencoblos lebih dari satu kali dengan metode yang berbeda.
“Dangan demikian terdapat peristiwa pelanggaran yang melanggar tata cara mekanisme dalam pemilu dengan KSK,” ujar dia menegaskan.
0 Komentar