Israel Tetap Berencana Serang Rafah di Tengah Kecaman Internasional
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, Jumat (16/2), bahwa Israel “merencanakan secara menyeluruh” serangan militer di Kota Rafah di Gaza selatan. Rencana itu dibuat meskipun ada kekhawatiran internasional mengenai keselamatan ratusan ribu warga Palestina yang mencari perlindungan di sana.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mendesak Israel untuk tidak melakukan operasi tersebut tanpa rencana yang kredibel untuk melindungi warga sipil dan sebaliknya fokus pada gencatan senjata. Mesir mengatakan serangan terhadap Rafah dapat mengancam hubungan diplomatik antar negara. Banyak pemimpin dunia lainnya yang menyampaikan pesan keprihatinan serupa.
Diperkirakan 1,4 juta warga Palestina, lebih dari separuh populasi Gaza, memadati Rafah. Sebagian besar dari mereka mengungsi akibat pertempuran di tempat lain di wilayah tersebut. Ratusan ribu orang tinggal di tenda-tenda yang luas.
Biden mengatakan pada Jumat (16/2) bahwa dia telah berkali-kali melakukan pembicaraan yang panjang via telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu selama beberapa hari terakhir. Dia telah meminta Netanyahu untuk melakukan gencatan senjata sementara di Gaza untuk mengeluarkan para sandera.
“Saya masih berharap hal itu bisa dilakukan,” kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih.
“Saya berharap Israel tidak melakukan invasi darat besar-besaran untuk sementara waktu. Jadi, menurut perkiraan saya, hal itu tidak akan terjadi. Harus ada gencatan senjata,” katanya, seraya menambahkan bahwa tidak hanya orang Israel yang masih disandera.
“Mereka juga sandera asal Amerika,” katanya, dan menyatakan harapan bahwa mereka akan dibawa pulang.
Biden mengatakan negosiasi penyanderaan sedang berlangsung.
Mahkamah Internasional (ICJ) pada Jumat menolak permintaan Afrika Selatan untuk menerapkan langkah-langkah mendesak untuk melindungi Rafah. Namun, ICJ juga menekankan bahwa Israel harus menghormati langkah-langkah yang diberlakukan akhir bulan lalu pada tahap awal dalam kasus genosida yang penting.
ICJ mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “situasi berbahaya” di Rafah “menuntut implementasi segera dan efektif dari tindakan sementara yang ditunjukkan oleh pengadilan dalam perintahnya tertanggal 26 Januari 2024, yang berlaku di seluruh Jalur Gaza, termasuk di Rafah, dan tidak menuntut indikasi tindakan sementara tambahan."
Pengadilan dunia itu menambahkan bahwa Israel “tetap terikat untuk sepenuhnya mematuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida dan perintah tersebut, termasuk dengan memastikan keselamatan dan keamanan warga Palestina di Jalur Gaza.”
Israel mengatakan mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk menyelamatkan warga sipil dan hanya menargetkan militan Hamas yang taktiknya adalah bersembunyi di wilayah sipil, sehingga menyulitkan Israel untuk menghindari jatuhnya korban sipil.
Bulan lalu pengadilan memerintahkan Israel untuk melakukan semua yang mereka bisa untuk mencegah kematian, kehancuran, dan tindakan genosida di Gaza. Namun panel tersebut tidak memerintahkan diakhirinya serangan militer yang telah menghancurkan wilayah kantong Palestina.
Israel membantah keras melakukan genosida di Gaza.
Sementara itu, ICJ akan menggelar persidangan yang akan berlangsung selama enam hari mulai Senin (19/2) tentang konsekuensi hukum pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Lima puluh dua negara bagian akan menyampaikan argumen pada sidang tersebut. Pengadilan ini bertindak berdasarkan permintaan yang dibuat pada tahun 2022 oleh Majelis Umum PBB untuk memberikan pendapat tidak mengikat mengenai pendudukan.
Meskipun Israel telah mengabaikan pendapat tersebut di masa lalu, sidang dan keputusan ICJ selanjutnya dapat menambah tekanan politik terhadap serangan militernya di Gaza.
Serangan udara intensif di Rafah dilaporkan memaksa orang-orang untuk keluar dari kota paling selatan Gaza menuju Deir al-Balah di Gaza tengah, menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Koordinator bantuan darurat PBB, Martin Griffiths, dengan penuh keprihatinan mengikuti perkembangan di Rumah Sakit Al Nasser di Khan Younis. Dalam kiriman teksnya ke media sosial, Griffiths mengatakan mereka yang terluka dan sakit, serta personel dan fasilitas medis, harus dilindungi.
Setidaknya 28.576 warga Palestina telah tewas dan 68.291 terluka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan yang dikuasai Hamas di Gaza.
Perang antara Hamas dan Israel dipicu oleh serangan teror Hamas terhadap Israel yang menewaskan 1.200 orang, menurut penghitungan Israel, dan menyebabkan penangkapan sekitar 240 sandera. Sebanyak 100 di antaranya dibebaskan selama gencatan senjata selama seminggu pada bulan November.
Beberapa informasi untuk laporan ini berasal dari The Associated Press, Agence France-Presse dan Reuters.
Komentar
Posting Komentar