Sikapi Kasus Kekerasan di Pesantren, Ini Respons Kemenag
Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian Agama (Kemenag) merespons adanya santri yang meninggal di pesantren diduga karena tindak kekerasan seniornya. Peristiwa ini ternyata terjadi di pesantren yang belum mengantongi izin.
Hal ini direspons Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama. Sejumlah langkah dirumuskan dalam rapat koordinasi agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Perumusan langkah kuratif dan preventif ini diikuti juga perwakilan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Plt Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, menyampaikan bahwa pihaknya terus menyosialisasikan tentang pesantren ramah anak dan menyusun regulasi tentang penanggulangan kekerasan di pesantren.
“Kita selalu menyosialisasikan tentang pesantren ramah terhadap anak, Kita juga selalu mengingatkan kepada pesantren untuk memiliki izin operasional, dan menyusun beberapa aturan tentang penanggulangan kekerasan di pesantren," sebut Waryono di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
"Kita terbuka untuk terus mengevaluasi dan memohon arahan dan saran dari berbagai pihak,” sambungnya.
Kepada Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kanwil Kemenang Jatim, As’adul Anam, sebelumnya menjelaskan kasus kekerasan ini terjadi di salah satu pesantren yang ada di Kediri. Dia memastikan bahwa pesantren tersebut tidak memilliki izin operasional.
“Kejadian tersebut terjadi di pesantren yang tidak memiliki izin operasional. Ini menunjukkan perlunya peninjauan ulang terkait aturan. Hal Ini menjadi atensi betul untuk pemerintah daerah, dan kami sudah bertemu dengan pemerintah daerah sehingga bisa mengantisipasi hal-hal yang serupa," sebutnya.
"Kami akan menggali informasi dengan tim dan mendalami kemudian akan kami laporkan ke provinsi dan pusat,” sambungnya.
Inspektur Wilayah II Kementerian Agama, Ruchman Basori, menekankan pentingnya memperkuat regulasi. Kemenag juga perlu membentuk tim khusus, beranggotakan perwakilan Direktorat PD Pontren, KPAI, serta tim terkait lainnya. Tim ini bertugas menyusun naskah akademik, meninjau regulasi yang mungkin terlalu longgar, dan mencatat jumlah kasus kekerasan selama lima tahun terakhir.
“Melalui kebijakan yang mampu menindak secara tegas terhadap pesantren yang tidak memenuhi standar keamanan dan perlindungan terhadap santri, agar kiai dan pihak yang ingin membuka pesantren lebih berhati-hati," tegas Ruchman Basori.
"Sebuah komitmen serius dari pihak berwenang, seperti Itjen, dibutuhkan agar langkah-langkah ini dapat diimplementasikan dengan segera," sambungnya.
Hal senada disampaikan juru bicara Kemenag, Anna Hasbie. Dia menggarisbawahi perlunya segera membentuk satuan tugas yang terdiri dari berbagai pihak untuk mengusut tuntas kekerasan di pesantren. "Kejadian ini harus benar-benar menjadi kasus terakhir, sehingga tahun ini benar-benar menjadi perhatian utama,” ucap Anna Hasbie.
Anggota KPAI, Aris Adi Leksono menegaskan, setiap anak yang ada di satuan pendidikan wajib dilindungi oleh pembina dan pihak terkait. Pihak Kemenag harus bisa menggali juga setiap anak yang berkonflik dengan hukum, lalu memproses secara cepat dan mengedepankan rasa keadilan dari keluarga korban.
“Langkah-langkah konkret yang diperlukan mencakup pencegahan, penindakan, dan tindak lanjut yang menyeluruh. Semua elemen terlibat, mulai dari perumusan kebijakan hingga implementasi di lapangan, harus berjalan seiring untuk menciptakan lingkungan Pesantren yang aman dan mendukung perkembangan anak-anak,” jelas perwakilan KPAI Bidang Pendidikan ini.
Komentar
Posting Komentar