Zionis Gigit Jari, AS Tegaskan Tolak Operasi Militer Israel di 'Benteng Terakhir' Hamas - Tribunnews
Zionis Gigit Jari, AS Tegaskan Tolak Operasi Militer Israel di 'Benteng Terakhir' Hamas - Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM – Amerika Serikat (AS) mengatakan tidak akan mendukung operasi militer Israel di Kota Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony juga Blinken telah berujar bahwa negaranya mengkhawatirkan rencana Israel itu.
Adapun Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby dalam konferensi pers mengatakan tidak ada indikasi bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan segera mengerahkan pasukannya ke Rafah.
“Kami belum melihat rencana apa pun yang meyakinkan kami bahwa mereka (Israel) akan atau asegera menggelar operasi besar apa pun di Rafah,” ujar Kirby dikutip dari NBC News.
Sementara itu, Israel dilaporkan terus melancarkan serangan ke Rafah.
Pada hari Kamis, (8/2/2024), Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengebom wilayah di perbatasan selatan Rafah.
Rafah sendiri kini menjadi tempat mengungsi warga Gaza. Kota itu menjadi salah satu dari sejumlah wilayah yang belum dijamah pasukan Israel.
Badan bantuan kemanusiaan telah memperingatkan potensi bencana kemanusiaan jika Israel melancarkan operasi militer ke Rafah.
“Melakukan operasi semacam itu saat ini dengan tanpa rencana dan sedikit pemikiran di area itu, yang menjadi tempat satu juta orang berlindung, akan menjadi sebuah bencana,” kata Wakil Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Vedant Patel pada hari Kamis.
Seperti Kirby, Patel menyebut AS belum melihat adanya rencana serius dari Israel untuk melakukan operasi milter di Rafah.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengkhawatirkan kemungkinan adanya operasi militer Israel di Kota Rafah.
Guterres menilai jika operasi militer benar-benar dilakukan Israel, hal itu akan memunculkan dampak buruk.
“Saya terutama cemas karena ada laporan bahwa militer Israel ingin memfokuskan hal selanjutnya di Rafah, di sana ada ribuan warga Palestina yang telah terjepit,” kata Guterres hari Rabu, (7/2/2024), dikutip dari Anadolu Agency.
Ucapan Guterres dilontarkan setelah Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada hari Senin, (5/2/2024), mengatakan target selanjutnya di Gaza ialah Rafah.
Gallant mengklaim Rafah sebagai “benteng terakhir” milik kelompok Hamas.
“Tindakan seperti itu akan memperburuk sesuatu yang sudah menjadi bencana kemanusiaan dengan dampak regional yang tidak terhitung,” kata Guterres mengungkapkan kecemasannya.
“Inilah saatnya untuk segera melakukan gencatatan senjata dan pembebasan semua sandera tanpa syarat,” ujarnya menambahkan.
Dia menyebut situasi di Gaza kini menjadi “luka yang membusuk di dalam nurani kita” dan luka itu mengancam seluruh kawasan itu.
“Operasi militer Israel menyebabkan kehancuran dan kematian di Gaza dalam skala dan kecepatan yang tidak ada bandingannya sejak saya menjadi Sekretaris Jenderal,” kata Guterres.
Guterres turut mendukung solusi dua negara untuk mengatasi konflik antara Israel dan Palestina.
Sementara itu, serangan Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 27.500 warga Palestina dan melukai 66.978 l
Para pengungsi takut akan adanya serangan Israel ke kota itu.
Salah satu dari mereka adalah Safia Marouf. Dia takut akan hal yang bakal terjadi.
“Anak-anak selalu ketakutan dan jika kami ingin meninggalkan Rafah, kami tidak taku ke mana akan pergi. Apa yang akan menjadi takdir kami dan anak-anak kami?” kata Marouf dikutip dari Al Jazeera.
Hal yang mirip juga disampaikan oleh Dana Ahmed (40) yang mengungsi dari Kota Gaza ke Rafah.
Kini dia dan ketiga anaknya tinggal di tenda pengungsian di kota itu.
“Saya takut Israel akan memulai operasi militer darat di Rafah,” ujar Ahmed.
Ahmed mengaku tak bisa tidur tenang karena suara jet tempur Israel meraung di langit dan ada ledakan mengguncang tanah.
“Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Kami. Sekarang ke mana kami harus pergi? Situasinya mengerikan. Saya merasa seperti berada di dalam film horor.”
(Tribunnews/Febri)
Komentar
Posting Komentar