Awal Ramadan Berpotensi Berbeda, Kemenag Minta Saling Menghormati
Imam Hamdi
Minggu, 10 Maret 2024 11:38 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama mengimbau masyarakat mengedepankan sikap saling menghormati terhadap potensi perbedaan awal puasa Ramadan 1445 H. Kemenag akan menggelar sidang isbat penentuan awal Ramadan, pada petang ini, 10 Maret 2024.
Juru Bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie mengimbau masyarakat menjaga toleransi dan berbagi informasi terkait argumentasi masing-masing dalam mengawali ibadah puasa. Sebab, puasa Ramadan tahun ini hampir dipastikan tidak diawali secara bersama-sama. Mayoritas umat Islam akan mengawali puasa Ramadan 1445 Hijriah pada 11 dan atau 12 Maret.
“Kita hormati pilihan dan keyakinan umat Islam dalam mengawali puasa Ramadan 1445 H/2024 M,” kata Anna dikutip dari laman resmi Kemenag pada Jumat, 8 Maret 2024 di Jakarta. ”Sikap saling menghormati perlu dikedepankan dalam menyikapi perbedaan.”
Adapun Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah sudah mengumumkan awal puasa Ramadan jatuh pada Senin, 11 Maret 2024. Informasi ini disampaikan melalui Maklumat Nomor 1/MLM/I.0/E/2024 PP Muhammadiyah. Ada pula kelompok jemaah yang sudah berpuasa sejak 7 Maret lalu.Misalnya Jemaah An-Nadzir di Gowa, Sulawesi Selatan yang telah mulai berpuasa sejak 8 Maret 2024. Selain itu, ada juga yang akan mulai berpuasa pada hari ini, Ahad, 10 Maret 2024.
Anna mengatakan ruang dialog tetap harus dibuka. Sebab, ilmu pengetahuan sudah semakin maju dan berkembang, termasuk mengenai astronomi. Penentuan awal bulan Hijriyah bisa didekati secara empiris melalui hisab atau rukyatul hilal, yang tidak semata berdasar keyakinan spiritual semata sehingga argumentasinya ilmiah.
Muhammadiyah, misalnya, menetapkan awal Ramadan pada 11 Maret karena argumentasi hisab wujudul hilal. Pemerintah menggunakan pendekatan hisab sebagai informasi awal dan rukyatul hilal sebagai konfirmasi. “Bagaimana argumentasi awal Ramadan 1445 H pada 7 Maret atau 10 Maret? Kita bisa diskusikan agar bisa saling memberikan pemahaman,” ujar Anna.
Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana umat Islam mengisi syiar Ramadan dengan tetap menjaga kekhusyukan dan kekhidmatan. Upaya yang bisa dilakukan yakni dengan mematuhi Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Termasuk volume pengeras suara yang diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 decibel.
“Edaran juga mengatur bahwa penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam,” ujarnya. “Sementara untuk takbir Idulfitri di masjid atau musala dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.”
0 Komentar