Kementerian PPPA: Semua pesantren harus penuhi standar LPKRA - Antara news

 

Kementerian PPPA: Semua pesantren harus penuhi standar LPKRA

28 Februari 2024 12:57 WIB
Kementerian PPPA: Semua pesantren harus penuhi standar LPKRA
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar. ANTARA/ HO-Kemen PPPA/am.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) meminta semua pondok pesantren terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag) agar dibina dan diawasi serta memenuhi standar perlindungan anak.

"Berharap semua ponpes harus terdaftar sebagai lembaga yang bisa dibina dan diawasi," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar saat dihubungi di Jakarta, Rabu, menanggapi kasus penganiayaan anak di Pondok Pesantren Hanifiyyah di Dusun Kemayan, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Jatim), yang berujung tewasnya korban.

Pasalnya, kata dia, Pondok Pesantren Hanifiyyah tidak memiliki izin sebagai tempat pondok pesantren. Nahar menyatakan keprihatinan yang mendalam atas nasib malang yang merenggut nyawa korban.

"Kami tentu sangat prihatin dengan kejadian ini," katanya.

Baca juga: Pesantren Al Ishlahiyyah Kediri jelaskan lokasi santri meninggal

Pihaknya juga menyoroti tentang pentingnya setiap satuan pendidikan, termasuk pondok pesantren, untuk memenuhi standar Lembaga Perlindungan Khusus Ramah Anak (LPKRA).

"Ini penting agar menjadi pelajaran bahwa setiap satuan pendidikan, termasuk pondok pesantren, wajib memenuhi standar LPKRA," kata Nahar.

Sebelumnya Kemenag Jatim mengungkapkan pondok pesantren tempat BM (14), santri yang menjadi korban penganiayaan rekannya di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah tidak memiliki izin sebagai tempat pondok pesantren.

Dalam penanganan kasus ini polisi telah menangkap empat pelaku yang diduga terlibat dalam penganiayaan terhadap BM.

Baca juga: Kemenag Jatim ungkap pesantren tempat santri dianiaya tak miliki izin

Empat pelaku terdiri dari dua orang dewasa dan dua orang masih usia anak yakni MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya.

Korban merupakan adik kelas para pelaku. Diduga terjadi kesalahpahaman di antara anak-anak tersebut sehingga menyebabkan kejadian penganiayaan berulang.

"Jika memenuhi unsur pidana kekerasan terhadap anak, maka agar diberikan hukuman sesuai Pasal 80 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan jika perbuatannya direncanakan, dapat diberlakukan sanksi yang diatur dalam Pasal 353 KUHP," kata Nahar.

Baca juga: Kemenag pastikan pesantren tempat santri tewas dianiaya tak miliki NSP

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024

Tags:

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya