Konstruksi Kasus Pemerasan di Rutan KPK: Ada Lurah, Total Uang Rp6,3 M
Sabtu, 16 Mar 2024 05:25 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 15 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan di lingkungan Rumah Tahanan Negara (Rutan). Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
--
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 15 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan di lingkungan Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. Mereka langsung dilakukan penahanan selama 20 hari pertama hingga 3 April 2024 di Rutan Polda Metro Jaya.
Mereka ialah Hengki selaku ASN/Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK periode 2018-2022; Kepala Rutan KPK 2022-sekarang Achmad Fauzi; Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD) yang ditugaskan sebagai Petugas Keamanan atas nama Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta (juga sempat menjabat Plt. Karutan KPK tahun 2021).
Kemudian PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan KPK atas nama Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, Eri Angga Permana, Muhammad Ridwan.
Selanjutnya Petugas Cabang Rutan KPK atas nama Suherlan, Ramadhan Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto.
Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu menuturkan kasus tersebut bermula saat Hengki yang merupakan PNYD di KPK ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan dan Deden ditugaskan sebagai Petugas Keamanan merangkap Plt. Kepala Cabang Rutan KPK.
Sekitar tahun 2019 di salah satu kafe di Tebet, Jakarta Selatan, diadakan pertemuan yang melibatkan Deden, Hengki, Ridwan, Ramadhan, dan Ricky. Pertemuan tersebut dalam rangka menunjuk dan memerintahkan Ridwan sebagai "lurah" di Rutan Pomdam Jaya Guntur, Mahdi Aris sebagai "lurah" di Rutan Gedung Merah Putih, dan Suharlan sebagai "lurah" di Rutan Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC).
Berlanjut pada 2020, terjadi pergantian komposisi personel "lurah" di antaranya Wardoyo, Abduh, Ricky, dan Ramadhan.
"Adapun tugas 'lurah' yaitu mengumpulkan dan membagikan sejumlah uang dari para tahanan melalui koordinator tahanan (Korting) di tiga Rutan Cabang KPK," ungkap Asep.
"Kaitan sebutan 'Korting' adalah perwakilan para tahanan yang ditugaskan sebagai pengumpul sejumlah uang dari para tahanan," imbuhnya.
Asep mengatakan penunjukan Korting merupakan inisiatif Hengki yang dilanjutkan oleh Achmad Fauzi saat menjadi Karutan Cabang KPK definitif di tahun 2022.
Modus yang dilakukan Hengki dkk terhadap para tahanan di antaranya memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan power bank, hingga informasi sidak.
"Sedangkan bagi para tahanan yang tidak atau terlambat menyetor diberikan perlakuan yang tidak nyaman di antaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga dan mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak," ungkap Asep.
Adapun besaran uang untuk mendapatkan layanan-layanan tersebut bervariasi dan dipatok mulai dari Rp300 ribu sampai dengan Rp20 juta yang kemudian disetorkan secara tunai maupun melalui rekening bank penampung dan dikendalikan oleh "lurah" dan Korting.
Asep menuturkan pembagian uang untuk Hengki dkk dilakukan dengan jumlah beragam mulai dari Rp2 juta hingga Rp10 juta.
"HK dkk dalam melancarkan aksinya menggunakan beberapa istilah atau password di antaranya banjir dimaknai info sidak, kandang burung dan pakan jagung dimaknai transaksi uang, dan botol dimaknai sebagai handphone dan uang tunai," kata Asep.
"Rentang waktu 2019-2023, besaran jumlah uang yang diterima HK dkk sejumlah sekitar Rp3,6 miliar dan masih akan dilakukan penelusuran serta pendalaman kembali untuk aliran uang maupun penggunaannya," lanjut dia.
Atas perbuatannya, Hengki dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(ryn/sfr)
Komentar
Posting Komentar