Masjid Al Mashun Medan, Lengkapi Istana Maimun Lebih dari Seabad Lalu
CNN Indonesia
Selasa, 19 Mar 2024 06:00 WIB
Di tengah hiruk pikuk Kota Medan, Sumatera Utara, Masjid Raya Al-Mashun berdiri megah memancarkan aura religius dan sejarah.
Masjid Raya Al-Mashun, bagaikan permata arsitektur yang tak lekang oleh waktu, menjadi saksi bisu perjalanan budaya dan simbol kejayaan Kesultanan Deli lebih dari seabad lalu.
Dibangun pada 1906 silam atas prakarsa Sultan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alam, masjid ini bukan sekadar tempat ibadah. Arsitekturnya yang unik-- perpaduan gaya Moor, India, dan Spanyol--menjadikannya ikon wisata religi yang memukau di ibu kota provinsi Sumut itu.
Masjid Raya Al-Mashun terletak di Jalan Sisingamangaraja, Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.
Dari jauh, bangunan masjid ini tampak berdiri kokoh.
Bentuk masjidnya segi delapan dengan kubah besar di tengahnya. Detail ukiran yang rumit di dinding bangunannya, mencerminkan kemegahan dan kehalusan seni arsitektur masa lampau.
Memasuki masjid, pengunjung disambut interior yang tak kalah indah.
Lampu gantung kristal berkilauan yang didatangkan dari Perancis, lantainya terbuat dari marmer Italia, mimbar kayu berukir khas India hingga jendela kaca patri yang berwarna-warni menambah pesona masjid ini.
Masjid Raya Al-Mashun tak hanya memiliki nilai estetika, tetapi juga sejarah yang kaya.
Dahulu, masjid ini menjadi bagian dari kompleks Istana Maimun yang merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Deli. Kini, meski terpisah jarak kira kira 200 meter, keduanya tetap menjadi ikon Kota Medan yang saling melengkapi.
Keterangan sejarah Masjir Raya Al Mashun yang ditulis dalam dua bahasa terpajang di halaman salah satu masjid besar yang tua di Kota Medan tersebut. Foto diambil Jumat (1/3/2024). (CNNIndonesia/Farida) |
Sejarawan dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan, Dr Yusra Dewi Siregar mengatakan Masjid Raya Al-Mahsun Medan dibangun pada tahun 1906 dengan mendatangkan arsitek dari Belanda bernama Theodoor Van Erp. Kemudian, pembangunan masjid ini dilanjutkan oleh J.A. Tingdeman.
"Arsiteknya didatangkan dari Belanda mengingat ketika itu belum ada arsitek bangsa pribumi. Pembangunan masjid ini menghabiskan biaya sekitar 1 juta gulden Belanda. Dananya diambil dari kas kesultanan Deli. Dan ada bantuan dari pengusaha Tionghoa bernama Tjong A Fie serta bantuan dari pemerintah kolonial, " kata Yusra kepada CNNIndonesia.com sebelum masuk Ramadan 1445 ini.
Masjid Raya Al-Mashun selesai dibangun pada Tahun 1909 yang ditandai dengan pelaksanaan Salat Jumat berjemaah dipimpin Sultan Ma'mun Al Rasyid Perkasa Alam.
Nama Al-Mashun sendiri diambil dari Bahasa Arab yang memiliki arti dipelihara. Sehingga penggunaan nama Masjid Raya Al-Mashun bertujuan agar masjid ini dipelihara dengan baik hingga akhir zaman.
"Konon dari informasinya, dahulu ada terowongan bawah tanah yang menghubungkan Istana Maimoon dengan Masjid Raya Al-Mashun. Sejak masjid ini dibangun hingga saat ini tidak pernah ada renovasi pada bangunan masjid, karena masjid ini termasuk situs bersejarah dan menjadi Cagar budaya yang dilindungi undang-undang," ujar Yusra lagi.
Masjid Raya Al-Mashun Medan menjadi destinasi wisata religi yang ramai dikunjungi wisatawan terutama saat bulan suci Ramadan. Keindahan arsitektur, suasana religius, dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, menjadikan masjid ini tempat yang istimewa untuk mempelajari Islam dan budaya Melayu Deli.
"Masjid Raya Al-Mashun terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi kapan saja. Namun begitu pengunjung diwajibkan untuk berpakaian sopan dan rapi saat memasuki masjid, " kata Ketua BKM (Badan Kemakmuran Masjid) Masjid Raya Al-Mashun Medan, Ulumuddin Siraj saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Baca halaman selanjutnya
Page 2
CNN Indonesia
Selasa, 19 Mar 2024 06:00 WIB
Ulumuddin menyebutkan selama bulan Ramadan, Masjid Raya Al-Mashun Medan tak hanya ramai dengan jamaah yang ingin menunaikan ibadah salat, tetapi juga tradisi unik yaitu pembagian bubur sop.
Tradisi pembagian bubur sop di Masjid Raya Al-Mashun Medan telah berlangsung sejak tahun 1960-an. Awalnya, bubur yang dibagikan adalah bubur pedas, makanan khas bangsawan Melayu. Namun, karena bahan-bahan dan proses pembuatannya yang rumit, sejak tahun 1970-an digantikan dengan bubur sop yang lebih sederhana.
"Tradisi ini dilakukan mulai 1960 an. Diawali para jemaah memasak bubur pedas buka puasa Ramadan. Tradisi ini masih dilaksanakan sampai sekarang. Dan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara. Untuk cita rasanya tetap sama dari zaman dahulu sampai sekarang. Paling yang menyesuaikan itu tingkat kepedasan nya," ucap Yusra Dewi Siregar.
Bubur sop ini terbuat dari beras, daging sapi, kentang, wortel, dan bumbu rempah-rempah khas Melayu. Rasanya gurih dan hangat, cocok untuk berbuka puasa. Selama bulan Ramadan, bubur sop dibagikan secara gratis kepada jamaah dan masyarakat sekitar.
Untuk membuat bubur sop ini, Masjid Raya Al-Mashun Medan telah membuat persiapan minimal 10 hari menjelang bulan puasa. Kayu kayu bakar tampak ditumpuk di salah satu sudut gudang. Di gudang inilah nantinya para petugas akan memasak bubur sop yang disiapkan untuk menu berbuka puasa bagi jemaah, musafir dan masyarakat sekitar.
"Persiapan sudah dilakukan jauh jauh hari. Tenda, kayu bakar hingga meja meja panjang dan bangku juga ditata rapi. Jadi nanti disiapkan tiga tungku untuk memasak bubur sop ini. Yang memasak saya dibantu pekerja pekerja di sini, " ujar Tomo yang sudah 35 tahun memasak bubur sop untuk jemaah.
Hiruk pikuk lalu lintas di luar Masjid Raya Al-Mashun, salah satu masjid besar yang tua di Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (1/3/2024). (CNNIndonesia/Farida) |
Tradisi bubur sop di Masjid Raya Al-Mashun Medan memang selalu dinanti-nanti masyarakat. Setiap sore, menjelang waktu berbuka puasa, ratusan orang sudah antri dengan membawa mangkuk dan rantang untuk mendapatkan bubur sop.
Tomo yang merangkap sebagai petugas kebersihan Masjid Raya Al-Mashun Medan itu mengatakan khusus untuk jemaah masjid, bubur sop yang dihidangkan lebih dari 500 porsi.
Selain bubur sop, jemaah juga dapat mencicipi menu bukaan lainnya seperti teh manis, kurma, kue dan lainnya.
"Untuk memasak bubur sop ini dalam sehari menghabiskan 60 kg beras, daging sapi 20 kg, bawang, garam, daun sop, kentang, wortel dan lainnya. Bubur sop untuk jemaah disiapkan di meja panjang. Sedangkan untuk masyarakat yang ingin membawa pulang bubur sop bisa antri setelah salat Ashar, " ungkapnya.
Bagi masyarakat Medan, tradisi ini bukan hanya tentang menikmati bubur sop yang lezat, tetapi juga tentang kebersamaan dan berbagi di bulan Ramadan. Tradisi ini menjadi simbol kedermawanan dan semangat gotong royong yang masih terjaga di tengah masyarakat.
(fnr/kid)
Komentar
Posting Komentar