Luhut Tunda Penerapan Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen, Ini Alasannya
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan CEO TikTok Shou Zi Chew telah menerima adanya larangan berjualan di TikTok Shop. (Foto: Atikah Umiyani/MPI)
JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan memastikan pelaksanaan kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40-75 persen ditunda pemerintah. Adapun, kenaikan PBJT diatur melalui Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Luhut menuturkan, penundaan kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen sudah diputuskan pemerintah setelah pihaknya bertemu dengan instansi terkait, termasuk Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya dan pihak lainnya.
Baca Juga
“Ya memang kemarin saya dengar itu (kenaikan pajak hiburan) saat saya di Bali kemarin, dan saya langsung kumpulkan instansi terkait masalah itu, termasuk Pak Gubernur Bali dan sebagainya,” ujar Luhut melalui Instagram @luhut.pandjaitan, Rabu (17/1/2024).
Putusan penundaan implementasi kenaikan pajak hiburan 40-75 persen mempertimbangkan berbagai faktor, salah satunya adalah gugatan judicial review atas UU Nomor 1 Tahun 2022 yang diajukan Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) kepada Mahkama Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Setelah penundaan kebijakan itu, pemerintah akan melakukan evaluasi. Luhut menyebut, hal ini tetap menjadi pertimbangan otoritas karena berkaitan dengan hajat para pebisnis di sektor hiburan.
Baca Juga
“Sehingga kemarin kita putuskan ditunda, kita evaluasi dan kemudian ada judicial review ke MK kan. Saya pikir itu harus kita pertimbangkan. Karena kita, keberpihakan kita kepada rakyat kecil sangat tinggi, karena itu banyak menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga,” katanya.
“Jadi kita mau tunda dulu aja pelaksanaannya, itu satu. Karena itu dari Komisi XI DPR RI kan, itu sebenarnya, jadi bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu,” tuturnya.
Baca Juga
Industri hiburan di Indonesia, lanjut dia, bukan hanya berisi karaoke dan diskotek saja. Ada banyak pekerja yang sumber penghasilannya bergantung pada para penyedia jasa hiburan baik skala kecil sampai menengah. Atas dasar itulah, dia merasa belum ada urgensi untuk menaikkan pajak hiburan.
Editor : Aditya Pratama
Follow Berita iNews di Google News
Komentar
Posting Komentar